Terlahir dari keluarga pejuang. Kakeknya adalah Haji Naiming adalah panglima laskar Hizbullah wilayah Kulon. Lantas ayahnya juga ikut berjuang melawan penjajah pada masa sekitar kemerdekaan Indonesia. “Jadi saya ini turunan pejuang. Kakek saya memiliki kontribusi pada pendirian negara-bangsa ini,” ujarnya ketika ditemui di teras rumah kediamannya.
Leluhurnya adalah pejuang Jayakarta. Namun masih berhubungan dengan Sunda. Makanya ketika ia memilih jalur konservasi sungai karena ia percaya bahwa sungai adalah jalur rempah di tatar Sunda. Ada 13 sungai yang dibuat di wilayah Sunda (Jawa Barat, Banten dan sebagian Sumatera bagian selatan) yang dibuat Kerajaan Pajajaran di masa lalu.
Peradaban rempah itu berada di beberapa gunung di Jawa Barat antara lain Gunung Salak, Gunung Gede, dan Gunung Pangrango. Bang idin lantas meyakini bahwa bambu adalah peradaban sungai. Sehingga dulu para pedagang baik dari Eropa maupun Cina berlayar menyusuri Sungai Pesanggrahan itu karena terkait dengan tanaman bambu. Lantas komoditas rempah itu diantaranya adalah kopi dan jahe. Kopi itu adalah bagian dari rempah-rempah yang diburu pedagang dari luar.
Para leluhur dulu selalu mengatakan: jangan menebang bambu di tepi sungai dan di lereng gunung. Karena akan berakibat fatal pada ekosistem dan ekologi.
Sehingga Bang Idin sangat percaya bahwa bambu yang selama ini tumbuh di pinggir sungai-sungai di Jawa barat, khususnya Sungai Pesangrahan itu memang sengaja ditanam, bukan tiba-tiba turun dari langit. Ia percaya dan selalu mengatakan bahwa pada bambu ada sejarah budayanya.
Oleh karena itu pusat konservasi bambu Sanggabuana yang dibangun 30 tahun lalu itu kini juga ditanami kopi dan jahe. Kemudian juga dikembangkan porang akhir-akhir ini.Berbicara konservasi galur murni, Bang idin sangat concern dengan pelestarian galur murni tanaman yang ditanamnya. Ia pernah membeli bibit kopi Sidikalang seharga 500 ribu rupiah langsung dari Sumatera Utara untuk diperbanyak di Lereng Gunung Pangrango. Saat ini hasil kopi di Gunung Pangrango sudah menghasilkan 30 ton setahun. Di kawasan Hutan Kota Sanggabuana juga ada tanaman kopi Gayo asli. “Plasma induk tanaman harus dipertahankan,” ujarnya.
Berkaca dari kopi itu, ia juga berharap nanti tanaman bambu yang akan diperbanyak dan dikirim ke luar daerah juga harus yang galur asli. Bambu Petung yang tumbuh di kawasan hutan kota Sanggabuana menurut Bang Idin juga asli yang ditanam leluhur puluhan bahkan ratusan tahun lalu.
Kelak jika produksi bibit bambu 1 juta sudah terwujud bambu tersebut akan langsung dikirim ke Kalimantan Barat. Kemudian lereng Gunung Salak, Gunung Pangrango, dan Gunung Gede akan ditanam bambu. Dalam waktu dekat bang Idin juga akan menanam bambu di hutan kota Kemayoranseluas 400 hektar yang saat ini dikelola kementerian Sekretariat Negara.Bang Idin sangat kukuh tentang terminologi. Ia sangat kekeuh bahwa yang harus dibangun adalah hutan kota, bukan taman kota. Makanya yang ia bentuk adalah kelompok tani hutan. Menurutnya kalau hutan sudah pasti taman, namun kalau taman belum tentu hutan.
Bang Idin yang pernah diundang ke Belgia dan Perancis kaitannya sebagai pelestari bambu ini menyebutkan bahwa manusia purba itu tinggal di pinggir sungai. Perjuangan melawan penjajah dulu saat membangun pertahanan bentengnya juga adalah tanaman bambu yang ditanam melingkar tempat pertahanannya.
Bang idin pernah menjadi kuli panggul alat-alat fotografi tim National Geography. Ia pernah jalan kaki dari Liwa Lampung sampai Gayo di Propinsi Aceh. Selanjutnya tinggal di Gayo selama 4 tahun. Ketika bergabung dengan tim National Geography ini ia kemudian terpaksa belajar menjadi pengamat harimau Sumatera. Bahkan ia sempat ikut menangkap 3 harimau Sumatera yang akhirnya dikonservasi dan dibawa ke Pulau Jawa. Harimau-harimau itu adalah dewa(putih), ranggis dan sri. (L.A.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar