Namun apa yang dipikirkan Bang Iding ternyata cukup nyata. "Anak-anak muda jangan sampai miskin karena menanam bambu," begitu selorohnya saat ditemui di kawasan hutan kota Sanggabuana Karang Tengah Jakarta Selatan, Sabtu 1 Mei 2021.
Kemudian Bang Iding masuk ke rumah berdinding bambu itu dan keluar lagi dengan membawa beberapa potong arang bambu, briket arang berbahan dasar bambu, biji kopi segar dan satu kantong plastik biji kopi kering yang ditaruh di atas meja marmer yang ada diteras rumah itu.
Beberapa tahun lagi kita sudah tidak bisa mengandalkan arang kayu. "Kita harus menggantinya dengan arang bambu ini," ujarnya.Kita memproses lanjut arang ini menjadi briket arang. "Briket arang ini kalau dipakai untuk bahan bakar, apinya berwarna biru. Tak ada warna merah dan asap. Jadi ini baik untuk menjaga lingkungan," tambahnya.
Ajang Pinem, pensiunan birokrat pemda DKI Jakarta yang pagi itu ikut hadir di Sanggabuana juga menambahkan, bahwa spring bed yang dibuat dari serat bambu harganya lebih mahal. Bukan hanya itu, sprei dan korden hotel sekarang banyak yang menggunakan serat bambu. Biasanya terasa lebih dingin. Itu keunggulannya.
"Ini kopi Sunda harganya lebih mahal," katanya sambil mengambil kantong plastik berisi biji kopi kering itu.
Bang Iding mengatakan bahwa dengan menanam bambu ia sangat yakin bisa meningkatkan pendapatan warga di sekitarnya. Dengan pengolahan komponen-komponen bambu bisa ada nilai tambah yang bisa didapatkan warga.
Dengan konsep yang berkali-kali disampaikan bahwa dia akan mengembangkan peradaban rempah di Tatar Sunda.Konsep tersebut adalah ia menawarkan pengelolan konservasi sungai --setidaknya di 13 sungai yang melewati wilayah Jakarta. Metodenya adalah dengan menanam berbagai kultivar bambu di pinggir sepanjang aliran sungai-sungai itu. Kemudian selain bambu juga ditanam kopi, jahe dan porang. Ini adalah sebagian rempah-rempah yang dulu dicari-cari bangsa Eropa di seantero Nusantara.
Jerih payah Bang Iding hingga saat ini sudah tampak. Selain sedikit inovasi seperti arang bambu tersebut, ia kini punya komunitas binaan di berbagai wilayah Jawa Barat dan Banten. Seperti petani sayur di Kelapa Nunggal di Sukabumi, petani kopi di Kabupaten Bandung Barat, Megamendung dan Sukabumi, petani porang yang mengelola ribuan hektar lahan di Jawa Barat dan Banten. Semuanya sudah bisa memasok berbagai komoditas pertanian bagi kebutuhan secara nasional, bahkan ekspor. Ini sudah berlimpah. Ini sudah cukup untuk menjawab problem ketahanan pangan dan perbaikan ekonomi pasca pandemi.
Ajang Pinem berseloroh: "Mengapa kementerian pertanian harus pusing-pusing mencari komoditas pertanian unggulan. Lah Belanda itu menjajah Indonesia selama 350 tahun itu hanya karena rempah. Itu khan sudah menjadi petunjuk kalau Indonesia itu punya komoditas unggulan yang sudah pasti laku di pasar dunia.""Saat ini kami sudah siap memasok kebutuhan porang dari petani binaan kami yang mengelola ribuan hektar lahan," Bang Iding menambahkan.
Dari Sanggabuana Karangttengah Jakarta Selatan, setidaknya ada sebuah wacana dan konsep yang potensial untuk dikembangkan. Dari menanam bambu, ada banyak potensi ekonomi yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini layak diperhatikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar